Abdul Lateef Abdullah, warga Amerika yang masuk Islam, memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik & Ekonomi di University of Delaware. Mencapai gelar Master dalam bidang Social Work dari Universitas Columbia, dan  menyelesaikan gelar Ph.D. dari Institute for Community & Peace Studies, Universiti Putra Malaysia, dalam bidang Youth Studies.
Dia telah bekerja sebagai Asisten Program untuk Academy for Educational Development (Washington, DC), Pekerja Sosial di Montefiore Medical Center (Bronx, New York), dan Direktur Dokumentasi dan Evaluasi di Komunitas IMPACT Komunitas (Washington, DC). Ia juga bekerja dengan Taqwa Gayong Akademi (New Jersey, USA / Penang, Malaysia) untuk pemuda bermasalah, baik Muslim maupun non-Muslim. Sejak masuk Islam, ia juga menghabiskan banyak waktu untuk menulis tentang pengalamannya sebagai seorang Muallaf-Amerika. Inilah kisahnya yang akan dibagikan untuk kita:
Pengalaman saya dalam Islam dimulai ketika saya sebagai mahasiswa pasca-sarjana di New York City pada tahun 1998. Sampai saat itu dalam hidup saya, selama 25 tahun, saya telah menjadi Kristen Protestan, tetapi belum melaksanakan ajaran agama saya untuk beberapa waktu.
Saya lebih tertarik pada “spiritualitas” dan mencari sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan agama. Bagi saya, agama Kristen tidak relevan dengan zaman. Sulit bagi saya untuk menemukan sesuatu di dalamnya yang aku bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari saya.
Kekecewaan terhadap  kekristenan ini menuntun saya untuk menghindari segala sesuatu yang diklaim sebagai agama yang terorganisasi, karena asumsi saya bahwa mereka semua hampir sama, atau setidaknya dalam hal kurangnya relevansi dan kegunaan.
Frustasi saya dengan agama Kristen berasal dari kurangnya pengetahuan dan bimbingan di sekitar sifat Allah, dan hubungan individu kepada-Nya. Bagi saya, filosofi Kristen tergantung kepada hubungan perantara yang agak aneh bahwa kita seharusnya percaya dengan Yesus, yang di satu sisi adalah seorang pria, tetapi juga ilahi.
Bagi saya, hubungan ini merupakan hubungan yang sangat samar-samar dengan Pencipta kita, yang kemudian membuat saya mencari sesuatu yang bisa memberikan saya pemahaman yang lebih baik tentang Allah, dan bagaimana hubungan kita dengan -Nya. Mengapa saya tidak bisa hanya berdoa secara langsung kepada Tuhan? Mengapa saya harus memulai dan mengakhiri setiap doa dengan kata “atas nama Yesus Kristus?” Bagaimana bisa Pencipta yang Maha Kuasa dan Maha Pemelihara juga menjelma menjadi seorang pria? Mengapa Dia perlu melakukan demikian? Ini hanya beberapa pertanyaan yang selalu terngiang dalam pikiran saya dan saya tidak bisa mengatasinya.
Saya ingin mengetahui suatu pendekatan yang lebih mudah dan jelas dengan agama yang bisa memberikan bimbingan yang benar dalam hidup saya, bukan hanya dogma yang tidak dapat diterima oleh pengetahuan yang berbasis di akal.
Sementara di sekolah pascasarjana, saya punya teman sekamar  seorang mahasiswa seni bela diri. Sementara saya tinggal bersamanya, ia belajar seni bela diri yang  disebut silat, yaitu seni bela diri tradisional dari Malaysia yang didasarkan pada ajaran Islam. Ketika teman sekamar saya pulang dari kelas silat, dia menceritakan semua kepada saya tentang keunikan silat dan dimensi spiritual yang terkandung di dalamnya. Sepertinya saya cukup tertarik untuk belajar seni bela diri pada waktu itu, saya tertarik dengan apa yang saya dengar, dan saya memutuskan untuk menemani teman sekamar saya ke kelas Sabtu pagi.
Meskipun saya tidak menyadarinya pada saat itu, pengalaman saya dalam Islam  berawal di pagi itu,  di kelas silat pertama di New York City, 28 Februari 1998. Di sana, saya bertemu seorang guru yang dipanggil Cikgu (yang berarti guru dalam bahasa Melayu ) Sulaiman, orang yang pertama kali membimbing saya ke agama Islam. Meskipun awalnya saya berpikir untuk mulai karier sebagai seniman bela diri, tapi hari itu, tahun 1998, benar-benar mewakili langkah pertama saya untuk menjadi Muslim.
Dari awal, saya tertarik dengan silat dan Islam dan mulai menghabiskan waktu sebanyak mungkin dengan Cikgu Sulaeman. Teman sekamar saya dan saya sama-sama bergairah tentang silat, Kami pergi ke Cikgu dan menyerap pengetahuan sebanyak-banyaknya. Bahkan, setelah menyelesaikan sekolah kami di pascasarjana di musim semi 1998, atas undangan Cikgu, kami menghabiskan seluruh musim panas dengan beliau dan istrinya. Sepertinya pelajaran silat saya meningkat, begitu pula saya belajar tentang Islam.
Apa yang membuat orientasi saya pada Islam begitu kuat adalah bahwa saat saya belajar tentang hal itu, saya juga menjalaninya. Karena saya belajar di rumah guru saya, berada di hadapan umat Islam yang taat, memungkinkan saya untuk terus-menerus dikelilingi oleh suara, pemandangan dan praktek-praktek dalam agama Islam. Karena sebagaimana Islam adalah pola hidup yang comprehensive. Ketika Anda berada dalam lingkungan Islam, Anda tidak bisa memisahkannya dari kehidupan sehari-hari. Tidak seperti Kristen, yang memisahkan antara kehidupan sehari-hari dan agama. Islam mewajibkan umatnya untuk mengintegrasikan ibadah kepada Allah dalam segala sesuatu yang kita lakukan. Jadi, dalam hidup bersama guru saya, saya tenggelam dalam dien Islam.
Karena Islam berfokus  pada cara yang positif dan paling sehat dalam menjalani kehidupan kita sehari-hari secara teratur, maka itu, dan akan selalu, Islam adalah satu-satunya jawaban nyata untuk dilema sosial setiap masyarakat.
Pada awalnya, Islam sangat berbeda dan sangat kuat pengaruhnya terhadap diri saya. Ada beberapa hal yang sangat asing bagi saya, yang memerlukan kedisiplinan untuk dapat memahaminya. Padahal saya sebelumnya sangat liberal dalam banyak cara, dan selalu menghindari sesuatu yang dogmatis atau dipaksakan, terlepas dari mana asalnya!
Bagaimanapun, seiring berjalannya waktu, dan pemahaman saya tentang Islam mulai tumbuh, saya perlahan-lahan mulai melihat bahwa apa yang tampaknya menjadi dogma agama adalah benar-benar gaya hidup yang diberikan kepada kita oleh Pencipta kita. Islam adalah jalan lurus menuju kebahagiaan sejati. Saya menyadari bahwa pertanyaan ini cukup sederhana sebenarnya. Siapa yang mungkin lebih mengetahui apa cara terbaik untuk hidup bagi manusia daripada Allah yang Maha Pencipta dan Maha Bijaksana?
Mengucapkan dua kalimat syahadat
Dari kelas silat pertama di New York City sampai suatu hari saya mengucapkan syahadat, 30 Juli 1999, saya telah menjalani tes secara menyeluruh yang terdiri dari dua proses utama. Salah satunya adalah mempertanyakan tentang budaya masyarakat dimana saya dibesarkan , dan yang kedua adalah untuk mempertanyakan peranan agama dalam kehidupan sehari-hari saya. Adapun tentang budaya saya, yang satu ini tidak sesulit yang pikirkan.
Budaya Amerika sangat berpengaruh pada bagaimana kita melihat kehidupan karena terus-menerus membombardir kita dengan kepuasan sensual yang bertujuan agar mereka tertarik dengan keinginan duniawi kita. Di Amerika, kebahagiaan didefinisikan oleh apa yang kita miliki dan apa yang kita konsumsi, dengan demikian, seluruh kebudayaan diarahkan kepada pasar.
Menjadi seorang ilmuwan sosial, banyak waktu profesional saya dihabiskan untuk berusaha mengatasi penyakit-penyakit sosial di masyarakat kita. Saat saya belajar lebih banyak tentang Islam, saya sampai pada kesimpulan bahwa banyak penyakit sosial yang terjadi yang bersumber  dari perilaku sosial yang tidak sehat. Karena Islam adalah pola hidup yang berfokus sepenuhnya pada cara yang positif yang paling sehat dalam menjalani kehidupan kita dalam setiap pengaturannya, maka Islam satu-satunya jawaban nyata untuk dilema sosial setiap masyarakat.
Dengan realisasi ini, saya tidak hanya memutuskan bahwa Islam adalah relevan dengan kehidupan sehari-hari saya, tapi saya mulai mengerti mengapa Islam begitu berbeda dari agama-agama lain. Hanya Islam yang memberikan pengetahuan dan bimbingan untuk setiap aspek kehidupan. Hanya Islam yang menyediakan cara untuk mencapai kesehatan dan kebahagiaan dalam setiap dimensi kehidupan – fisik, spiritual, mental, keuangan, dll.
Hanya Islam yang memberikan kita tujuan hidup yang jelas. Dan hanya Islam yang menunjukkan cara yang tepat untuk hidup dan berkontribusi untuk masyarakat. Islam adalah apa yang semua orang butuhkan, dan tempat mencari terhadap apa yang begitu banyak yang belum ditemukan. Ini adalah jalan untuk menuju tujuan, makna, kesehatan dan kebahagiaan. Hal ini karena Islam adalah jalan yang lurus yang menuju kepada sumber kebenaran dan dan kekuatan yang nyata – yaitu Allah Subhanahu Wata’ala.
Setelah saya benar-benar menjadi Muslim saya menyadari betapa pola hidup Islam sangat mempengaruhi saya. Secara harfiah dapat dikatakan bahwa segala sesuatu yang kita lakukan memiliki satu tujuan yang mendasari yaitu untuk mengingat Allah. Gaya hidup ini memberikan kita dengan cara – bukan hanya pemahaman – tetapi metode yang sebenarnya untuk terus-menerus mengingat Pencipta kita.
Islam menunjukkan kepada kita bahwa dengan mengingat Allah, segala sesuatu yang kita lakukan menjadi fokus pada -Nya, dan dengan demikian menjadi suatu tindakan ibadah. Dari hal ini, energi kita, pikiran kit , dan tindakan kita semua diarahkan untuk menjauhi penyebab yang tidak sehat dan tidak berguna dan akhirnya selalu terfokus pada sumber segala kebaikan. Dengan demikian, kita terus berusaha untuk memohon kekuatan dari Allah, kemurahan dan nikmat. Jadi, dengan selalu mengingat Allah, kita menjadi lebih kuat dan sehat di setiap aspek kehidupan kita.
Ketika saya akhirnya menyampaikan kepada keluarga saya bahwa saya telah menjadi seorang Muslim, hampir semua merasakan kekhawatiran terkait dengan perbedaan budaya saya.
Masih tetap ada beberapa aspek kecil dari Islam yang masih sulit saya sesuaikan. Namun demikian, saya bersyukur dan selalu berdoa kepada Allah agar memberikan saya kemudahan dimana Allah telah memungkinkan saya untuk melakukan perubahan yang diperlukan dalam hidup saya sehingga saya bisa terus hidup di Amerika dan masih, Insya -Allah, menjadi seorang Muslim yang baik.
Banyak dari aspek budaya Islam yang sangat berbeda dari cara di mana saya dibesarkan. Bahkan, ketika saya akhirnya menyampaikan kabar kepada keluarga saya bahwa saya telah menjadi seorang Muslim, hampir semua pertanyaan dan kekhawatiran mereka terkait dengan perbedaan budaya – seperti pernikahan, kehidupan sosial, keluarga, dll. Mereka tidak peduli tentang keyakinan saya kepada Allah dan cara saya beribadah. Untuk keluarga saya, teman-teman, dan rekan kerja, menjadi muslim itu tidak dilihat sebagai perubahan yang selalu negatif, mereka hanya membutuhkan banyak pendidikan tentang Islam.
Perjalanan saya ke Islam telah memberikan saya pengalaman hidup yang berarti. Setiap hari berlalu,  saya bersyukur kepada Allah SWT. Keluasan rahmah Allah hanya dapat sepenuhnya dipahami dari perspektif seorang Muslim.
Saya melihat kembali kehidupan saya sebelum Islam dan bagaimana saya telah merefleksikan berbagai cara dalam mencari petunjuk. Ketika saya mengingat kembali tentang berbagai pertanyaan yang selalu terngiang di benak saya tentang siapa Tuhan yang sebenarnya, dan bagaimana kita bisa menjadi dekat dengan-Nya. Saya mengingatnya sekarang dengan senyum dan bahkan mungkin air mata bahagia, karena sekarang saya telah tahu yang sebenarnya.
Melalui Islam, saya tahu mengapa begitu banyak orang yang tidak beriman memiliki begitu banyak ketakutan. Memang, hidup bisa sangat menakutkan tanpa Allah. Saya tahu itu, karena saya juga pernah memendam rasa ketakutan tersebut.
Sekarang saya tahu mengapa saya di sini, kemana mana saya ingin pergi, apa yang saya inginkan dalam hidup ini, bagaimana saya ingin hidup, dan yang paling penting bukan hanya untuk saya, tetapi juga untuk semua orang.
Saya selalu berharap dan berdoa bahwa orang lain yang belum menemukan jalan, bisa merasakan hal yang sama dengan yang saya lakukan.
Ya arhama rahimeen wal hamdulillahi Rabbil alameen …
(ameera/arrahmah.com)
- See more at: http://www.arrahmah.com/news/2013/11/15/seni-bela-silat-mengantarkan-ilmuan-sosial-amerika-islam.html#sthash.ciGGvc3b.zXoVLSGV.dpuf
Axact

Axact

Vestibulum bibendum felis sit amet dolor auctor molestie. In dignissim eget nibh id dapibus. Fusce et suscipit orci. Aliquam sit amet urna lorem. Duis eu imperdiet nunc, non imperdiet libero.

Post A Comment:

0 comments: